Rahim Pengganti

Bab 129 "Terbongkar"



Bab 129 "Terbongkar"

0Bab 129     
0

Terbongkar     

Surya hanya menatap mereka dengan tatapan licik, sedangkan Carissa menangis dan berontak wanita itu ingin membantu Bian yang hampir kewalahan akibat serangan yang begitu hebat.     

Hingga mata Carissa tanpa sengaja melihat Surya mengambil sebuah senjata dan menarik pelatuknya serta mengarahkan itu ke arah Bian. Hingga suara tembakan terdengar sangat nyaring dan kuat membuat semua orang menatap ke arah sana.     

"Mas Bian!!"     

"Carissa!!"     

***     

Elang membawa mobil dengan sangat kencang, mereka saat ini sangat terlihat panik dengan apa yang terjadi, penembakan yang dilakukan oleh Surya kepada Carissa. Wanita itu mengorbankan dirinya, untuk menyelamatkan sang suami dari tembakan tersebut, semua orang sudah panik dengan hal itu apa lagi sudah banyak darah segar yang mengalir membuat siapa saja yang melihatnya akan ngeri.     

"Sayang kamu harus bertahan, jangan buat aku takut," ujar Bian. Baju yang digunakan oleh Bian sudah penuh akan banyak darah bahkan tubuh keduanya bergetar sangat hebat, kesadaran Carissa juga tidak ada lagi. Wanita itu, menutup matanya membuat Bian benar benar takut dengan hal yang akan terjadi selanjutnya.     

Jalanan macet, membuat Elang yang sedang mengendarai mobil itu marah besar. Pria itu terus menekan klakson supaya orang di depan sana mengerti akan hal genting yang terjadi, sesekali Elang menoleh ke arah belakang melihat keadaan Carissa.     

"Caca pasti selamat, lo harus yakin."     

Tiga puluh lima menit berlalu, mobil yang dikendarai oleh Elang sudah berhenti di depan ruang UGD Elang segera turun dan meminta para suster dan petugas keamanan membantunya untuk membawa Carissa. Semuanya lalu, membawa dan memindahkan Carissa tempat tidur itu di dorong untuk masuk ke dalam ruangan. Bian dan Elang di minta untuk menunggu di luar, ada perasaan yang begitu takut dengan apa yang sudah terjadi banyak hal yang membuat Bian tidak tahu harus bersikap seperti apa saat ini, pria itu berdiri mondar mandir di depan pintu, menunggu dokter menangani istrinya.     

Ceklek     

Pintu ruangan rawat itu terbuka, seorang dokter keluar dari dalam sana, Bian segera mendekati dokter tersebut.     

"Bagaimana keadaan istri saya dokter?" tanya Bian dengan perasaan hancur.     

"Pasien harus melakukan operasi, untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya, kami sudah menghentikan racun yang ada di peluru tersebut saat ini pasien juga membutuhkan banyak darah, jika ada pihak keluarga yang bisa mendonorkan darahnya segera datang," jelas dokter tersebut. Bian terdiam pria itu bergetar dengan apa yang baru saja dirinya dengar. Istrinya dalam keadaan yang tidak baik. Dokter tersebut segera pergi dari sana meninggalkan Bian seorang diri dengan perasaan yang begitu hancur.     

Elang segera mendekati Bian, memberikan semangat untuk Bian supaya bisa menghadapi semua hal. "Lo kuat, Carissa pasti sembuh," ucapnya. Bian tidak tahu harus berbuat apa pria itu bingung dengan kenyataan yang benar benar membuat lelah akan semua yang terjadi.     

***     

Lampu ruang operasi sudah menyala, Bian duduk di depan sana dengan tatapan kosong. Jodi dan Andrian baru saja datang bersama dengan Om Arga, mereka bertiga sudah membereskan kekacauan yang terjadi. Surya dan anak buah nya sudah di tangkap bersama dengan Budi komplotan mereka. Siska bersama dengan kedua anak Bian serta mbak Susi saat ini sedang berada di rumah Alan dan Bunga. Mereka dititipkan di sana, supaya lebih aman. Om Arga takut ada penyerangan kembali, apa lagi dua orang sudah tertangkap tidak menutup kemungkinan semua yang ada di balik kejadian ini akan kembali menyerang mereka.     

"Gimana keadaan Caca?" tanya Jodi.     

"Harus di operasi, dan saat ini proses nya sedang berlangsung, orang yang memiliki golongan darah yang sama dengan Caca udah lo dapat?" tanya Elang. Jodi menganggukkan kepala nya, tidak susah untuk mencari orang orang yang menjual darah nya demi bertahan hidup.     

"Mereka di ruangan pemeriksaan," jawab Jodi. Elang bisa bernafas lega, pria itu menatap ke arah Bian yang menatap ke depan dengan tatapan kosong. Tatapan yang sangat sulit di arti kan, tatapan yang begitu buruk.     

"Kamu harus fokus dengan Carissa. Om sudah meminta beberapa orang suruhan untuk mengawal rumah dan juga memberikan keamanan untuk kedua anak kamu. Jangan pikirkan hal lain, mereka juga sudah di bawa ke kantor polisi."     

Bian hanya memberikan respon menganggukkan kepalanya, tidak ada hal lain yang dilakukan oleh pria itu, saat ini hanya itu yang bisa dirinya lakukan. Bian sejak tadi berdoa untuk hal yang terbaik untuk istrinya.     

Detik berganti dengan menit, dan menit berganti dengan jam hingga sudah hampir dua jam lamanya mereka berada di sana, menunggu bagaimana hasilnya. Semuanya menatap ke arah pintu, ketika seorang suster berlari keluar dengan raut wajah yang begitu panik. Melihat hal itu semakin membuat orang yang berada di sana tidak karuan, jantung Bian berdetak dengan sangat kencang pria itu sangat takut jika ada sesuatu hal yang terjadi dengan istrinya.     

"Ada apa ini? Kenapa kalian terlihat sangat panik?" tanya Arga. Suster yang ada di sana hanya menatap sekilas lalu menarik nafas nya. "Pasien kritis saat ini, tim dokter sedang berusaha mengeluarkan peluru yang berada hampir mengenai jantungnya."     

Deg     

Deg     

Deg     

Tubuh Bian, membeku jantung nya berdetak dengan sangat cepat saat ini Bian tidak sanggup lagi bergerak. Kaki nya seperti terpaku di dasar lantai, syok kaget semua jadi satu tarikan nafas naik turun terlihat dengan sangat jelas. Rasa takut yang belum hilang kembali muncul, bayangan kebersamaan Bian dan Carissa terbang di atas kepalanya. Pria itu takut benar benar takut dengan apa yang terjadi. Bukan hanya Bian, semua orang yang ada di sana, bisa merasakan apa yang saat ini dirasakan oleh Bian. Bahkan Jodi dan Elang rasanya tidak bisa bernafas dengan baik.     

Di lain tempat, seorang wanita di sekap di dalam ruangan yang begitu gelap. Sejak tadi wanita itu sudah berteriak meminta di lepaskan. Namun, orang yang ada di luar sana tidak memperdulikannya.     

"Lepaskan saya. Kalian tidak bisa melakukan hal ini kepada saya. Lepaskan banjingan!!" teriaknya.     

Brak!!     

Pintu di dalam kamar itu terbuka dengan sangat lebar, menampilkan seorang pria masuk ke dalam ruangan tersebut, pria yang sudah berumur.     

"Lepaskan aku Andi. Kamu gila hah?" bentaknya dengan begitu keras. Pria tua itu tertawa dengan sangat kencang, saat ini dirinya berjalan mendekat wanita itu dengan tongkat yang berada di tangannya.     

"Iya aku gila. Gila karena perbuatan Ratih dan juga Gunawan, pria sialan itu sudah mengambil Ratih dari pelukan aku," bentak pria yang bernama Andi itu.     

Dengan nafas yang tersengal sengal pria itu lalu berjalan ke arah lain, duduk di depan wanita yang saat ini terikat di depannya. Tatapan mata kedua nya saling bertemu, tatapan yang begitu terlihat menahan emosi yang besar.     

"Bukan Gunawan yang merebut Ratih, tapi keadaan yang memang tidak bisa membuat kalian bersatu. Ratih itu adik kamu Andi," ucap wanita itu lagi. Mendengar hal itu membuat pria itu kesal dan marah, pria itu melemparkan tongkatnya dan mampir mengenai wanita di depannya.     

"Tutup mulut kamu Iren."     

"Apa yang aku katakan memang benar, kalian memang tidak bisa bersatu. Dan dengan bodohnya Utami bisa jatuh cinta dengan pria brengsek seperti kamu," ucap Iren kesal. Wanita yang saat ini disekap di sebuah ruangan adalah bunda Iren, wanita itu di bawa dengan paksa oleh beberapa orang bertubuh besar ke tempat ini.     

"Wanita yang tulus mencintai kamu, tapi hanya dihisap sari nya saja. Setelah kamu puas, lalu dicampakkan ke tempat sampah. Apa kamu tahu, saat itu Utami sedang hamil? Kamu tahu bagaimana sakitnya Utami mengetahui jika dirinya hanya alat saja. Kamu tidak pernah tahu, bagaimana Utami bertahan hidup, mempertahankan anak kalian padahal kanker yang bersarang di tubuhnya semakin parah," ucap bunda Iren dengan terisak. Andi terdiam.     

"Utami mengandung anak kalian dan datang ke panti asuhan aku dan Mas Arman merawatnya. Kami juga menyarankan untuk menggugurkan kandungan itu, karena bisa membuat dirinya berbahaya. Tapi apa kamu tahu, apa yang diucapkan Utami? Dia ingin, anaknya hidup anaknya mengenal kamu. Mengenal Andi Brata. Ayah kandung anak kalian."     

Deg     

Deg     

Deg     

Jantung pria itu berdetak dengan sangat kuat, pria itu tidak mengetahui jika wanitanya ya wanita yang berhasil mencuri hatinya itu sedang mengandung anaknya. Utami dijadikan pelampiasan Andi, karena marah dengan kenyataan bahwa Gunawan dan Ratih akan memiliki anak. Niat awalnya hanya ingin melampiaskan namun, nyatanya Andi terjerat perasaan dengan Utami.     

"Berhenti berbuai Iren. Saya tidak mau mendengar hal itu, semua hanya masa lalu yang tidak pantas untuk di ingat. Saat ini yang ingin rasa lakukan adalah, menghancurkan semua keluarga Gunawan, karena laki laki itu sudah berani merebut Ratih dari saya."     

"Hasil dari masa lalu itu saat ini sedang terbaring lemah di rumah sakit. Hasil dari pelampiasan yang kamu katakan itu menjadi korban saat ini. Carissa istri dari Bian anak Mas Gunawan adalah anak kamu Andi."     

Bak di sambar petir, pria itu semakin terdiam di tempat nya mendengar kabar yang begitu mengejutkan ini benar benar membuat nya takut akan sesuatu hal. Takut jika apa yang ada di ucapkan Iren benar adanya.     

"Kamu sudah sangat pandai bercanda Iren. Sejak Arman meninggal kamu sepertinya sudah banyak berubah, sehingga mengarang cerita seperti ini, lucu sekali," ujar Andi tidak percaya.     

"Terserah apa yang kamu katakan yang pasti, karena perbuatan Surya saat ini Carissa sedang berjuang di meja operasi. Jangan jadi pria pecundang kembali Andi. Ingat dendam yang kami lakukan ini, tidak mendasar. Gunawan dan Ratih hidup bahagia, dan harusnya kamu juga bisa seperti itu kalau hati nurani kamu tidak tertutup oleh kesenangan sesaat."     

***     

Semua orang masih harap harap cemas dengan apa yang terjadi saat ini, lampu ruang operasi sudah berubah warna itu artinya operasi sudah selesai namun, semua nya masih menunggu bagaimana hasil dari operasi ini.     

Lima jam berada di depan dengan berdiri di tambah lagi Bian harus menggendong Melody. Anak itu menangis kencang, bahkan tidak mau berhenti sebelum melihat Bian atau Carissa dan dengan sangat terpaksa. Siska membawa keponakan nya itu, ke rumah sakit bersama dengan Mbak Susi.     

"Bunda di mana Ayah," ucap Melody. Anak itu selalu menanyakan keberadaan sang bunda. Hal itu membuat Bian semakin tidak kuat menahan semuanya, Bian tidak tahu harus menjawab apa. Pria itu bingung, hanya usapan lembut di kepala Melody yang bisa di lakukan oleh Bian saat ini.     

Siska yang ada di sana, sudah meneteskan air matanya. Sungguh wanita itu tidak sanggup menatap Melody yang menangis bertanya keberadaan Carissa.     

Ceklek     

Pintu ruangan Carissa terbuka, seorang dokter yang menangani operasi keluar dari ruangan tersebut. Bian mendekati dokter itu, Siska lalu mengambil Melody namun, anak itu tidak mau Melody memeluk erat Bian tidak ingin berpisah dengan ayahnya.     

"Pasien sudah selesai menjalani operasi. Tuhan masih mencintai pasien, sehingga kami berhasil mengambil peluru tersebut tanpa mengenai organ vital lainnya. Saat ini pasien akan di pindahkan ke ruangan observasi. Dan untuk sementara tidak bisa di kunjungi," ucap dokter tersebut.     

Om Arga yang berada di sana meminta perawatan yang terbaik untuk Carissa. Pria itu ingin segera melihat keponakan nya itu sembuh.     

"Berikan hal terbaik. Saya akan membayar semuanya dengan mahal," ucap Om Arga.     

"Pasti pak. Kami akan lakukan terbaik untuk pasien," ujarnya. Setelah mengatakan hal itu, dokter tersebut pergi dari tempat itu, meninggalkan mereka semua di sana.     

"Lo ganti baju sana. Biar Melody sama kita, mumpung anaknya tidur," ucap Elang. Bian menoleh ke arah anaknya, entah sejak kapan Meldoy sudah terlelap. Bian lalu memberikan anaknya kepada Elang dan langsung menuju toilet untuk berganti pakaian.     

Saat Melody datang tadi, anak itu tidak mau mendekat ke arah sang ayah karena darah yang ada di baju Bian hingga akhir nya Melody mendekati Bian dan minta di gendong oleh ayahnya.     

Tidak membutuhkan banyak waktu, Bian sudah rapi dengan pakaian yang baru saja dirinya ganti, setelah itu diri nya pergi menuju ke kamar Carissa. Elang tadi mengirim pesan bahwa Carissa sudah di pindahkan.     

"Bund!" panggilnya. Bunda Iren tersenyum lalu memeluk anaknya itu. "Carissa akan baik baik saja," ucapnya menguatkan Bian.     

Ketika Andi membiarkan Iren pergi, wanita paruh baya itu segera meninggalkan rumah itu dan pergi menuju rumah sakit.     

"Bunda ingin bicara sama kamu dan kamu juga Ga. Mbak juga butuh bantuan kamu," ucapnya lagi. Bian yang bingung dengan apa yang di maksud oleh Iren, segera mengikuti wanita itu ke kantin rumah sakit.     

Di sinilah mereka, Bunda Iren berulang kali menarik nafas nya bingung harus mengatakan apa lebih dulu, sehingga tidak menimbulkan salah paham yang berlebihan.     

"Kamu tahu, Andi Brata? Salah satu orang yang tidak menyukai keluarga kamu?" tanya Bunda Iren. Bian yang menundukkan kepalanya, langsung mengangkat dan menatap ke arah bunda Iren.     

"Andi Brata?" beo Bian. Pria itu seolah tidak asing dengan nama tersebut, nama yang sering dirinya dengar.     

"Om Ata? Kakak Mama?" ucap Bian.     

Bunda Iren menganggukkan kepalanya. "Benar mereka sekandung tapi Andi tidak pernah mau mengakui hal itu, sehingga membuat semua orang menjadi korbannya."     

Bian masih terdiam, tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh Bunda Iren.     

"Semua ini terjadi karena Andi tidak terima kalau Ratih menikah dan memiliki anak, pria itu dendam dan ingin membuat kalian semua hancur. Beno, Surya, Budi hanya pion yang digunakan Andi untuk bisa menyerang kalian."     

Bunda Iren menceritakan semuanya, semua yang selama ini dia simpan. Iren bukan menutupi, tapi dia hanya tidak ingin gegabah. Wanita itu juga tidak menyangka jika hal seperti ini bisa terjadi, apa lagi hingga membuat Carissa harus terbaring di tempat tidur.     

"Bunda akan berikan semua bukti kepada kamu untuk bisa menjerat Andi. Pria itu sangat licik, jadi kita harus matang dalam menjebak dia. Itulah kenapa disini saya mengajak kamu Arga. Karena hanya keluarga kamu yang sama derajatnya dengan Andi."     

"Maksud mbak gimana?" tanya Om Arga sejak tadi dirinya tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Iren.     

"Kamu akan tahu setelah melihat ini semua." Iren memberikan sebuah dokumen penting, bukan hanya Arga namun, juga Bian keduanya di minta untuk melihat isi dari benda tersebut.     

Mata Bian melotot tajam saat tahu, apa yang ada di dalamnya.     

"Itu lah fakta lain. Andi tidak tahu, tapi tadi bunda sudah membongkar semuanya. Bunda tidak ingin pria itu semakin membuat kalian terutama Carissa menderita. Semua hal sejak awal drama ini terjadi dalangnya adalah Andi mertua kamu sendiri."     

***     

Sebuah fakta baru itu, benar benar membuat Bian tidak tahu harus menerimanya seperti apa yang jelas saat ini dirinya hanya bisa duduk di samping tempat tidur istrinya.     

Kondisi Carissa sudah mulai membaik, dan hal itu membuat Caca dipindahkan ke ruangan rawat. Hanya tinggal menunggu, diri nya sadar saja. Bian terdiam sambil menggenggam tangan Carissa dengan begitu erat. Kenyataan yang dirinya tahu saat ini benar benar membuat Bian tidak tahu harus seperti apa. Semua kenyataan ini benar benar pahit, benar benar tidak menyenangkan.     

"Kamu harus sadar. Kamu harus pulih. Mas tidak bisa bertahan seorang diri tanpa kamu. Cepatlah membuka mata kamu Ca."     

Tempat ini begitu indah, bahkan untuk membuka mata saja Carissa enggan suasananya begitu menyejukkan membuat wanita itu menikmati setiap detik yang terjadi.     

"Carissa!!" panggil seseorang. Dengan enggannya Carissa membuka matanya, hal yang pertama kali dia lihat adalah seorang wanita yang tersenyum ke arah nya dan wanita itu sangat mirip dengan diri nya.     

"Kamu siapa?" tanya Caca. Diri nya seolah bertemu dengan orang lain namun, memiliki kesamaan yang terlihat sangat jelas.     

Wanita itu hanya tersenyum lalu mendekati Carissa menggandeng tangan nya dan membawa Caca menuju sebuah tempat duduk yang ada di dekat air terjun.     

"Kamu tumbuh menjadi wanita yang kuat, wanita yang hebat, istri yang luar biasa terbaik serta ibu yang menjadi idola. Kamu harus bahagia ya, bahagia terus bersama dengan keluarga kecil kamu."     

Carissa tidak tahu dengan apa yang diucapkan oleh wanita di depan nya saat ini. Wanita yang tidak dikenal namun, tak asing untuknya.     

"Pulang nak. Suami kamu sudah menunggu, pergilah ke jalan itu. Kamu harus terus berjuang demi keluarga kamu."     

Carissa masih terdiam, wanita itu tidak bergerak sedikit pun. Hingga dengan menarik nafas panjang Carissa menatap wanita di depannya yang masih menampilkan senyum indahnya.     

"Ibu," ucap Carissa. Hanya satu kata itu yang ada di kepalanya. Kata yang tiba tiba muncul dan harus segera diucapkan oleh Carissa.     

Wanita itu kembali tersenyum, lalu mengusap puncak kepala Carissa membawa diri nya ke dalam dekapan hangat yang sudah sangat lama Carissa rindukan.     

"Iya sayang. Ini Ibu, kamu harus bahagia ya. Pergilah di sini belum menjadi waktu kamu. Berdamailah dengan keadaan ya," ucap wanita itu. Lalu melepaskan pelukan mereka. Lama kelamaan, wanita yang menyebut dirinya Ibu itu menghilang sehingga membuat Carissa bingung akan hal itu.     

"Ibu!!!" pekiknya. Lalu membuka mata, sontak saja hal itu membuat orang yang ada di sana terkejut. Nafas Carissa tersengal sengal, wanita itu terduduk di tempat tidurnya. Menatap ke segala arah, Bian mendekat dan segera memeluk istrinya itu.     

"Mas," ucapnya.     

"Akhirnya kamu sadar sayang. Kamu bikin Mas takut," ujar Bian. Kedua nya saling berpelukan menumpahkan semua perasaan yang sejak tadi dirindukan. Bian bersyukur sangat sangat bersyukur dengan istri nya yang sudah sadar dari operasi yang terjadi. Bian begitu tahu jika harus menerima sebuah kenyataan yang benar benar tidak ingin terjadi.     

Bian lalu menekan tombol hijau yang ada di sana, tak lama dokter dan suster yang berjaga masuk ke dalam ruangan rawat Carissa. Dokter tidak menyangka Carissa yang mendapatkan luka tembak seperti itu, bisa cepat tersadar. Hal itu membuat dokter memuji diri Carissa dari dalam yang ingin sekali sembuh.     

"Kamu mau makan apa?" tanya Bian. Saat ini hanya ada mereka berdua dokter yang memeriksa sudah keluar sekitar lima belas menit yang lalu, dan selama itu juga entah sudah berapa kali Carissa mendengar suami nya itu menanyakan hal yang sama.     

"Mas aku udah jawab dari tadi, tapi kenapa masih kamu tanyakan itu terus. Aku lelah jawabnya," ucap Carissa, melihat wajah cemberut dari istrinya itu, membuat Bian semakin gemas.     

"Jangan cemberut seperti ini dong, nanti cantik nya hilang," goda Bian. Carissa yang sedang dalam mode malas, hanya bisa mendengus kesal, suaminya itu seperti tidak mengerti keadaan yang terjadi.     

"Mas anak anak gimana? Melody sama siapa? Ryu juga, susu nya dia rewel gak ya," ucap Carissa dengan nada khawatir. Bian lalu duduk di dekat istri nya itu dan membawa Carissa ke dalam pelukannya. "Kamu gak perlu khawatir, mereka baik baik aja. Memang tadi sempat Kakak rewel yang minta ke sini, karena gak lihat kita. Cuma tadi akhir nya pulang bersama dengan Siska dan Elang. Begitu juga dengan Ryu, anak jagoan itu juga tidak rewel, stok ASI di kulkas juga lumayan jadi masih cukup untuk dia beberapa hari ke depan," jelas Bian.     

"Sekarang kamu istirahat, jangan memikirkan hal yang tidak perlu," lanjut Bian. Carissa hanya menganggukkan kepalanya, tiba tiba rasa kantuk menyerang dirinya. Carissa tertidur dalam dekapan hangat sang suami, Bian juga memberikan usapan penuh cinta di kepala istrinya.     

***     

Di gelapnya malam seorang pria terdiam duduk dengan nafas yang naik turun sejak tadi, pikirannya terfokus dengan kejadian 25 tahun yang lalu, bayangan wanita lugu yang sengaja dirinya rusak hanya demi melampiaskan semua yang tidak menjadi salahnya dan dengan lucu nya dirinya juga terikat dengan wanita itu terikat hati dan perasaan.     

Selama hampir 4 bulan mengenal Utami, membuat benih cinta yang selalu di sangkal oleh Andi itu muncul namun, pria itu egois dan tidak ingin mengakuinya sehingga akhirnya membuat dirinya harus menelan pil pahit yang begitu menyakiti.     

"Bodoh … bodoh … kenapa saat ini terlalu bodoh, kenapa perasaan marah ini masih tersimpan hingga membuat semua hal ini terjadi," ucap Andi kesal akan sikap nya yang dulu, sikap yang begitu tidak dewasa hingga akhirnya saat ini hampir menghancurkan kehidupan putrinya.     

Putri yang dilahirkan oleh wanita kuat dan hebat seperti Utami, masih pantaskah dirinya menyebut anak yang tidak pernah dia ketahui sebagai putri. Rasanya lidah Andi begitu keluh, pria itu merasa sangat hina dan bodoh selama ini.     

###     

Selamat membaca dan terima kasih untuk kalian semua yang masih mau mengikuti kisah mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.